IMPOR
GANDUM DAN KETAHAAN PANGAN NASIONAL
MEILINDA
SARI
160321100007
BMI
A
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Gandum
atau terigu sudah menjadi bahan pangan utama di Indonesia. Pada saat ini sebagian
besar penduduk Indonesia telah mengkonsumsi roti dan mie dengan bahan baku
tepung terigu sebagau bahan baku. Tepung terigu menjadi bahan pangan kedua
setelah beras. Sehingga dapat di katakan disverdifasi pangan berbasis gandum
secara nasional sudah terjadi. Konsekuensi dari hal ini, yaitu Indonesia
menjadi salah satu negara pengimpor gandum terbesar di Dunia. Asosiasi Produsen
Terigu Indonesia (aptindo) memperkiraa permintaan gandum akan melonjak tajam
hingga 10 ton pertahun dalam satu dekade kedepan. Apabila Indonesia masih
tergantung pada impot untuk memenuhi kebutuhan dalam negara atau akan menyedot
devisa yang cukup besar. Sehingga dapat mempengaruhi ketahaan pangan nasional. Oleh
karena it, sudah saatnya bagi Indonesia mengembangkan gandum di dalam negeri
mendukung ketahanan pangan berbasis tepung walaupun komoditas ini merupakan
tanaman sub tropis.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengaruh pengimporan gandum terhadap ketahanan pangan di Indonesia?
2. Apa
yang menjadi penyebab pengimporan gandum di Indonesia?
3. Bangaimana
cara mengatasi pengimporan gandum terhadap ketahanan pangan di Indoensia?
1.3 tujuan
1. Untuk
mengetahui pengaruh pengimporan gandum di Indonesia
2. Untuk
mengetahui apa yang menjadi penyebab pengimporan gandum.
3. Untuk
mengatasi cara mengurangi pengimporan gandum.
II.
PEMBAHASAN
Pengimporan
gandum di Indonesia mempunyai tingkat nomor 4 di dunia dengan volume
pengimporan 5.9 juta ton Pada tahun 2010. Setelah satu tahun yaitu tahun 2011
Indonesia mengalami penaikan yaitu berada pada tingkat nomor 2 sedunia dengan
volume impornya 6,2 juta ton dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 7 juta ton. Data
tersebut di ambildari asosiaso produsen terigu Indonesia tahun 2013. Sehingga,
pada kass ini harus di berlakukan pengembangan gandum dalam negeri untuk
mendukun ketahanan pangan berbasis tepung walaupun komoditas gandum merupakan
tanaman sub tropis.
Di
Indonesia sendiri sebenarnya sudah mengembangkan namun belum dapat bersaing
dengan komoditas lainnya baik dari kualitas aupun dari sisi ekonomi. Gandum ini
sudah di kembangkan sejak tahn 2001 di 7 provinsi. Yaitu sumatra barat,
bengkulu, jawa barat, jawa tengah, jawa timur, nusa tenggara timur, dan
sulawesi selatan. Namun, dalam perkembangannya sampai saat ini area tanam gandum
semakin menurun hal ini di sebabkan karena tanaman gandum ini belum memberikan
keuntungan yang laak secara ekonomis mengingat produksinya yang masih rendah
akibat belum dapat mengairi kualitas kurang, sehingga hasil kualitas gandum di
Indonesia belum dapat menyaingi kualitas gandum impor. Dalam hal ini dukungan
sangat di perlukan untuk mengembangkan gandum agar pengolahan dan pemasaran
gandum dapat menguntungkan bagi petani.
Tantangan
yang di alami Indonesia yaitu menghasilkan inovasi yang menguntungkan bagi
petani. Inovasi ini seperti varietas unggul yang berproduksi tingg dan dapat
bersaing dengan komoditas lain. Kemudian bagaimana supaya gandum dapat
mempunyai nilai tambah dan kemudahan dalam prosesingnya sehingga dapat
memberikan nilai tambah.
Terdapat
beberapa faktor pengimporan gandum, salah satunya yaitu kebijakan inpor gandum
untuk di proses menjadi tepung terigu sebenarnya telah meredupkan usaha
pengembangan budi daya gandum. Pada zaman orde baru Indonesia kesulitan devisa
dan volume beras yang di perdagangkan di Dunia menipis.untuk menghindari
ketergantungan terhadap beras yang harganya tidak stabil maka pemerintah
memperkenalkan terigu. Dengan pengembangan harga gandum yang lebih stabil di
pasaran dunia dan beraspun dapat di substitusikan dengan terigu.
Potensi lahan untuk pengembangan gandum
di Indonesia masih luas mengingat tanaman tersebut dapat dibudidayakan di lahan
kering, dataran tinggi dengan ketinggian > 800 m dpl dan suhu 15-250C,
mencapai 1.453.800 ha (BBSDLP 2008). Saat ini agroekosistem tersebut ditanami
sayuran dan kentang. Dataran tinggi dapat dibudayakan dengan tanaman gandum
karena tanaman gramine lainnya seperti padi tidak dapat memberi hasil optimal,
khususnya pada ketinggian lokasi di atas 1.200 m dpl. Di samping itu, penanaman
gandum dapat memutus siklus hama penyakit dan menyediakan biomas bagi budi daya
tanaman sayuran dan kentang. Bila potensi ini dimanfaatkan secara optimal maka
peluang pengembangan gandum dalam negeri cukup luas.
Pengembangan
melalui Kemitraan Pada
tahun 2012-2014 pengembangan gandum difokuskan pada kegiatan fasilitasi
kemitraan melalui dana dekonsentrasi di 12 propinsi: 1) Jawa Barat; 2) Jawa
Tengah; 3) D.I. Yogyakarta; 4) Jawa Timur; 5) Sulawesi Selatan; 6) Nusa Tenggara
Barat; 7) Nusa Tenggara Timur dan 8) Maluku; 9) Sulawesi Selatan; 10) Sulawesi
Utara; 11) Sulawesi Tenggara dan 12) Sulawesi Barat. Fasilitasi kemitraan ini
diharapkan meningkatkan minat pengusaha lokal, kelompok tani pengelola, petugas
lapangan Dinas Tanaman Pangan Provonsi dan Kabupaten untuk berdiskusi dan
mencari solusi permasalahan yang ada.
Tujuan dari fasilitasi kemitraan antara
lain (1) meningkatkan koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan produksi komoditas
gandum antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam mendukung upaya
peningkatan ketahanan pangan melalui diversifikasi pangan, (2) meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan petani serta mempercepat penerapan teknologi budi
daya gandum melalui kemitraan antara swasta dan petani pelaksana, (3)
meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produksi, mutu hasil dan
nilai tambah, (4) menumbuhkan kemitraan antara petani dengan industri pengguna
tepung terigu atau dengan pengusaha.
III.
KESIMPULAN
Impor gandum cenderung meningkat dari
tahun ke tahun, karena meningkatnya permintaan untuk memenuhi kebutuhan
industri pangan berbasis terigu yang selama ini seluruhnya dipenuhi dari Impor.
Jumlah impor yang sangat besar tersebut membuka peluang bagi pengembangan
gandum di Indonesia.
Peluang pengembangan gandum cukup
terbuka, terutama dalam hal kesiapan sumberdaya alam dan sumber daya manusia
serta kesesuaian agkroklimat dan sosial budaya, terlebih bila didukung oleh
keterbukaan pasar, iklim usaha dan aspek pendukung lainnya. Respon posititif
dan dukungan moril maupun materil dari berbagai pemangku kepentingan sangat
penting untuk merealisasikan pengembangan gandum.
Keberhasilan pengembangan gandum lokal
dapat tercapai apabila seluruh instansi terkait dan faktor-faktor pendukung berada
dalam kondisi ideal dan optimal. Asumsi kondisi ideal antara lain tersedianya
infrastruktur pertanian, benih, pupuk, sarana pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan, teknologi dan pemasaran serta jaminan harga yang memadai. Oleh karena
itu perlu adanya dukungan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mendorong
pengembangan gandum agar lebih bernilai ekonomis.
Peran aktif petugas ditingkat lapang
merupakan unsur yang paling penting dalam mengembangkan gandum, karena budi
daya gandum merupakan hal yang baru bagi petani. Oleh karena itu diperlukan
kerja keras para petugas untuk membuka cakrawala petani bahwa gandum dapat
dibudidayakan sebagai komoditas pangan alternatif di Indonesia.
Sebagai komoditas pangan alternatif,
gandum memiliki prospek cukup besar untuk dikembangkan di dalam negeri. Selama
ini kebutuhan tepung terigu dalam negeri dipenuhi seluruhnya dari impor.
DAFTAR
PUSTAKA
Aptindo. 2013. Overview Industri
Tepung Terigu Nasional Indonesia. www.aptindo.or.id.
Jakarta, 14 Maret 2013.
Baga, L.M. dan A.A.D. Puspita.
2013. Analisis daya saing dan strategi pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia.
Jurnal Agribisnis Indonesia 1(1): 9-26.
BBSDLP. 2008. Policy Brief:
Potensi dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan untuk Perluasan Areal Pertanian. BBSDLP
Balitbangtan. Bogor.
Direktorat Budidaya Serealia.
2003. Inventarisasi Pengembangan Gandum. Direkorat Jenderal Tanaman Pangan.
Kementerian Pertanian. Laporan Hasil Kegiatan 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar